TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perkembangan ekspor kelompok produk permesinan, kelompok elektronik, dan kelompok besi dan baja dari Indonesia selama kurun waktu lima tahun ini terus mengalami penurunan.
Contohnya, nilai impor dari China untuk produk barang dari besi dan baja (HS 73) tahun 2005 sebesar US$ 136,711 juta dan melonjak 27,51% menjadi sebesar US$ 296,589 juta pada 2009. Sementara, dalam periode yang sama nilai ekspor produk barang yang sama dari Indonesia ke China justru melorot.
Pada tahun 2005 nilai ekspor Indonesia ke china untuk produk ini sebesar US$ 11,217 juta. Pada tahun 2009 nilai ekspor ini terus menurun menjadi US$ 324.000. Artinya, selama periode itu nilai ekspor indonesia melorot hingga 58,99%.
Tahun 2009 lalu, nilai ekspor untuk kelompok produk permesinan, kelompok elektronik, dan kelompok besi dan baja sebesar US$ 375 juta, sementara nilai impornya sebanyak US$ 1,73 ,miliar. "Sehingga defisit perdagangan Indonesia mencapai US$ 1,36 miliar untuk keempat produk tersebut," kata Hidayat.
Melihat keadaan ini, Menteri Perindustrian MS Hidayat menegaskan, pihaknya bakal melansir strategi. Antara lain, menerapkan anti dumping untuk produk baja HRC (hot rolled coil), mengusulkan anti dumping untuk alumunium mealdish, dan pengusulan safeguard untyuk alumunium mealdish, kawat bendrad, kawat seng, dan wire rope.
Sementara itu, untuk menekan defisit perdagangan antara Indonesia dengan China, Kemenprin telah menetapkan strategi baru dengan China; yaitu mengajak manufaktur China merelokasi industrinya ke Indonesia, joint dengan investor lokal dan melakukan pasar bersama dari domestik maupun luar negeri.
"Jadi industri manufakturnya harus kesini, sebab selama ini mereka cuma melakukan perdagangan," ujarnya. (Kontan/Herlina KD)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar